iklan

Rabu, 20 Februari 2013

Belajar dari Punokawan


Dalam dunia pewayangan
istilah sedulur papat lima
pancer merupakan simbolisasi
ksatria dan empat abdinya.
Sedulur papat adalah
punokawan, lima pancer
adalah ksatriya.
Dalam hal ini, yang
dinamakan punokawan yakni
Semar sebagai pamomong
keturunan Saptaarga ditemani
oleh tiga anaknya, yaitu;
Gareng, Petruk dan Bagong
sebagai pengiring para ksatria
Pandawa. Kehadiran mereka
seringkali hanya dianggap
sebagai tambahan yang
kurang diperhitungkan dan
untuk menghadirkan lelucon
saja, padahal kerap
menentukan arah perubahan.
ke lima tokoh ini menduduki
posisi penting dalam kisah
pewayangan. Kisah Mereka
diawali mulai dari sebuah
pertapaan Saptaarga atau
pertapaan lainnya. Setelah
mendapat berbagai macam
ilmu dan nasihat-nasihat dari
Sang Begawan, mereka turun
gunung untuk mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh,
dengan melakukan tapa
ngrame. Dalam
perjalanannya, Punokawan
harus menemani perjalanan
sang Ksatria dalam memasuki
“hutan”, memasuki sebuah
medan medan kehidupan yang
belum pernah dikenal, gelap,
penuh semak belukar, banyak
binatang buas, makhluk jahat
yang siap menghadangnya,
bahkan jika lengah dapat
mengancam jiwanya, sehingga
berhasil keluar “hutan”
dengan selamat, sampai sang
Ksatria dapat menyingkirkan
segala penghalang dan
berhasil menyelesaikan tugas
hidupnya dengan selamat.
Semar merupakan gambaran
penyelenggaraan Illahi yang
ikut berproses dalam
kehidupan manusia. Untuk
lebih memperjelas peranan
Semar, maka tokoh Semar
dilengkapi dengan tiga tokoh
lainnya. Ke empat punokawan
tersebut merupakan simbol
dari cipta, rasa, karsa dan
karya.
Semar mempunyai ciri
menonjol yaitu kuncung putih.
Kuncung putih di kepala
sebagai simbol dari pikiran,
gagasan yang jernih atau
cipta.
Gareng mempunyai ciri yang
menonjol yaitu bermata kero,
bertangan cekot dan berkaki
pincang. Ke tiga cacat fisik
tersebut menyimbolkan rasa.
Mata kero, adalah rasa
kewaspadaan, tangan cekot
adalah rasa ketelitian dan
kaki pincang adalah rasa
kehati-hatian.
Petruk adalah simbol dari
kehendak, keinginan, karsa
yang digambarkan dalam
kedua tangannya. Jika
digerakkan, kedua tangan
tersebut bagaikan kedua
orang yang bekerjasama
dengan baik. Tangan depan
menunjuk, memilih apa yang
dikehendaki, tangan belakang
menggenggam erat-erat apa
yang telah dipilih.
Bagong dengan dua tangan
yang kelima jarinya terbuka
lebar, artinya selalu bersedia
bekerja keras.
Cipta, rasa, karsa dan karya
merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
Cipta, rasa, karsa dan karya
berada dalam satu wilayah
yang bernama pribadi atau jati
diri manusia, disimbolkan
tokoh Ksatria. Gambaran
manusia ideal adalah
merupakan gambaran pribadi
manusia yang utuh, dimana
cipta, rasa, karsa dan karya
dapat menempati fungsinya
masing-masing dengan
harmonis, untuk kemudian
berjalan seiring menuju cita-
cita yang luhur. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa
antara Ksatria dan punokawan
mempunyai hubungan
signifikan. Tokoh ksatria akan
berhasil dalam hidupnya dan
mencapai cita-cita ideal jika
didasari sebuah pikiran jernih
(cipta), hati tulus (rasa),
kehendak, tekad bulat (karsa)
dan mau bekerja keras
(karya).
Simbolisasi ksatria dan empat
abdinya, serupa dengan
‘ngelmu’ sedulur papat lima
pancer. Sedulur papat adalah
punokawan, lima pancer
adalah ksatriya. Posisi pancer
berada ditengah, diapit oleh
dua saudara tua (kakang
mbarep, kakang kawah) dan
dua saudara muda (adi ari-ari
dan adi wuragil). Ngelmu
sedulur papat lima pancer
lahir dari konsep penyadaran
akan awal mula manusia
diciptakan dan tujuan akhir
hidup manusia (Sangkan
Paraning Dumadi).
Awal mula manusia diciptakan
diawali dari saat-saat
menjelang kelahiran. Sebelum
sang bayi (bayi, dalam
konteks ini adalah pancer)
lahir dari rahim ibu, yang
muncul pertama kali adalah
rasa cemas si ibu. Rasa cemas
itu dinamakan Kakang
mbarep. Kemudian pada saat
menjelang bayi itu lahir,
keluarlah cairan bening atau
banyu kawah sebagai pelicin,
untuk melindungi si bayi, agar
proses kelahiran lancar dan
kulit bayi yang lembut tidak
lecet atau terluka. Banyu
kawah itu disebut Kakang
kawah. Setelah bayi lahir akan
disusul dengan keluarnya ari-
ari dan darah. Ari-ari disebut
Adi ari-ari dan darah disebut
Adi wuragil.
Ngelmu sedulur papat lima
pancer memberi tekanan
bahwa, manusia dilahirkan ke
dunia ini tidak sendirian. Ada
empat saudara yang
mendampingi. Pancer adalah
suksma sejati dan sedulur
papat adalah raga sejati.
Bersatunya suksma sejati dan
raga sejati melahirkan sebuah
kehidupan.
Hubungan antara pancer dan
sedulur papat dalam
kehidupan, digambarkan
dengan seorang sais
mengendalikan sebuah
kereta, ditarik oleh empat
ekor kuda, yang berwarna
merah, hitam, kuning dan
putih. Sais kereta
melambangkan kebebasan
untuk memutuskan dan
berbuat sesuatu. Kuda merah
melambangkan energi,
semangat, kuda hitam
melambangkan kebutuhan
biologis, kuda kuning
melambangkan kebutuhan
rohani dan kuda putih
melambangkan keheningan,
kesucian. Sebagai sais,
tentunya tidak mudah
mengendalikan empat kuda
yang saling berbeda sifat dan
kebutuhannya. Jika sang sais
mampu mengendalikan dan
bekerjasama dengan ke
empat ekor kudanya dengan
baik dan seimbang, maka
kereta akan berjalan lancar
sampai ke tujuan akhir “Sang
Sangkan Paraning Dumadi''
Sumber: http://denbagustomy.wordpress.com/2007/06/30/belajar-dari-punokawan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar